AMBISI MENJADI SEORANG PEMIMPIN
Sering sekali terjadi adanya
perdebatan perihal ambisi menjadi seorang pemimpin, ada yang mengatakan itu
adalah hal yang salah sebagian yang lain berpendapat ambisi menjadi seorang pemimpin
adalah hal yang dibenarkan. Disini saya tidak akan membahas panjang lebar, dan
memihak salah satu pendapat mengenai perihal klasik tersebut. Tetapi ada sebuah
pernyataan menarik yang perlu kita kupas lebih dalam, lebih tepatnya sebuah
nasihat dari Ki Ageng Suryomentaram, yang dikutip oleh Goenawan Mohamad, Koran
tempo 19 Oktober 2008 dengan judul artikel “Pleonoxia”, berikut ini :
Yang
menangis adalah yang berpunya
Yang
berpunya adalah yang kehilangan
Yang
kehilangan adalah mereka yang ingin
Nasihat tersebut sangat menyentuh
di hati jika kita sudah mengupas apa makna nasihat Ki Ageng Suryomentaram
tersebut.
Yang menangis adalah yang berpunya,
kalimat pertama ini dimaksudkan kita akan menangisi yang kita punyai. Ada sebuah
pepatah mengatakan orang yang mabuk kekuasaan akan menyesal saat dia sadar dari
mabuknya. Di kalimat ini juga bisa diartikan bahwa kurangnya rasa syukur saat
kita memiliki sesuatu, ingin menjadi seseorang yang lebih ditonton di panggung
hingga melupakan sebuah kewajiban utama miliknya, dan saat kehilangan, kita
tidak punya alas an apapun untuk menangis.
Yang berpunya adalah yang kehilangan, kalimat
kedua ini cocok dengan kalimat pertama, misalkan saat kita memiliki jabatan
menjadi pimpinan organisasi, suatu saat jabatan itu hilang, dan yang kehilangan
adalah kita sendiri bukan orang lain. Jika kita memiliki mobil Ferrari merah
termahal, suatu saat mobil tersebut dicuri, maka yang merasa kehilangan adalah
kita sendiri bukan orang yang tidak memiliki mobil Ferrari tersebut.
Yang
kehilangan adalah mereka yang ingin, kalimat ini cocok bagi orang-orang yang
sangat ambisius mengejar posisi tertentu, mempertahankan sekuat tenaga
kekuasaan mereka dengan jalan-jalan yang di luar logika dan ilmu dunia. Seperti
ditulis oleh Alfan Alfian pada buku “Menjadi Pemimpin Politik” kalimat ketiga
ini adalah peringatan bahwa memiliki hasrat menjadi penguasa berarti harus siap
untuk “kehilangan’.
Dan
lebih menarik lagi, menurut hemat saya ketiga kalimat tersebut adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, artinya setelah adanya kalimat ketiga
maka akan kembali pada kalimat pertama. Sehingga jika kita ingin memiliki kita
harus siap menjadi orang “Yang menangis”. Gus Dur berkata saat
anda ditunjuk menjadi seorang pemimpin maka ucapkanlah Innalillah, bukan
Alhamdulillah, karena anda akan menjadi orang “Yang menangis” di akhir. Kalau ingin
menjadi “apa-apa” hendaknya kita siap untuk tidak menjadi “apa-apa”.
Komentar
Posting Komentar